Kisah Anak 14 Tahun di Banyuwangi yang Meninggal Usai Dipukul Pelatihnya, Dikenal Pendiam dan Setia Kawan
KOMPAS.com - Alif Riski Hanip Widodo (14), seorang santri di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur meninggal dunia diduga usai dadanya dipukul pelatih silatnya, JAZ, yang masih berusia 17 tahun.
Peristiwa tersebut terjadi di Desa/Kecamatan Tegalsari, Kabupaten Banyuwangi pada Minggu (22/9/2024) siang sekitar pukul 14.00 WIB.
Saat itu, korban dan empat rekannya sedang ujian kenaikan tingkat. Saat latihan penguatan fisik, JAZ diduga memukul dada semua siswa termasuk Alif.
Korban kemudian jatuh ke belakag dan tak sadarkan diri saat dipukul oleh JAZ. Korban sempat dibawa ke Puskesmas Tegalsari, namun dinyatakan meninggal dunia.
Secara administrasi, Alif tercatat sebagai warga Bekasi. Namun keluarga besar Alif tinggal di Desa Sraten, Kecamatan Srono, Kabupaten Banyuwangi.
Baca juga: Pesilat 14 Tahun di Banyuwangi Tewas Saat Latihan, Diduga Dipukul Pelatih yang Masih di Bawah Umur
Sementara JAZ, terduga pelaku tercatat sebagai warga Desa Sadardriwijaya, Kecamatan Bandarsribawono, Kabupaten Lampung Timut.
Baik korban maupun terduga pelaku tercatat sebagai santri di pondok pesantren yang ada di Kecamatan Tegalsari.
Muhammad Ihsan (38), paman korban bercerita ia langsung ke puskesmas saat dihubungi oleh keluarganya yang mengabari bahwa Alif tak sadarkan diri.
"Keluarga saya ditelepon pondok. Katanya Alif tak sadarkan diri. Saya langsung ke puskesmas dan kaget saat tahu keponakan saya sudah meninggal dunia," kata Ihsan saat ditemui Kompas.com di rumah duka di Desa Sraten, Rabu (25/9/2024).
Saat itu dia tak mendapatkan penjelasan detail soal kematian Alif. Yang ia lihat, tubuh keponakannya penuh debu dan Ihsan mendapatkan informasi Alif meninggal karena dipukul pelatihnya.
"Di sana ada beberapa teman Alif dan pelatihnya. Semuanya saling menyalahkan dan melempar tanggung jawab."
"Saya sudah sangat emosi, tangan saya sudah terkepal. Kalau tidak diingatkan polisi, mungkin saya sudah main tangan," kata Ihsan.
Baca juga: 10 Oknum Pesilat Keroyok Remaja hingga Tewas, PSHT Kabupaten Malang Buka Suara
Ihsan kemudian menghubungi orang tua Alif yang berada di Cikarang, Bekasi. Saat itu keluarga pun memutuskan membuat laporan polisi.
"Setelah dapat izin dari kakak saya (ibu kandung Alif), keluarga langsung lapor polisi. Kami hanya ingin keadilan buat Alif," kata Ihsan.
Selain itu Ihsan juga terkejut saat tahu pelatih yang diduga memukuli bocah kelahiran 10 Juli 2010 itu masih berusia 17 tahun.
Page 2"Kalau 17 tahun kan masih di bawah umur. Kok bisa jadi pelatih. Usia segitu kan masih labil. Tidak ada orang dewasa juga di sana," ungkap Ihsan.
Namun beberapa jam kemudian, Ihsan ditelepon kakaknya yakni ibu kandung Alif dan diminta untuk mencabut laporan ke polisi.
"Saya sempat kaget kenapa kakak saya minta cabut laporan. Tapi itu hak dari ibunya Alif. Katanya biar anaknya tenang, dan sudah diikhlaskan," ungkap Ihsan.
Baca juga: 10 Oknum Pesilat Ditetapkan Tersangka Pengeroyokan Remaja di Malang
Menurut Ikhsan, keponakannya adalah sosok yang pendiam dan juga rajin belajar. Sebagai paman, Ikhsan mengaku masih berusaha mengikhlaskan kepergian Alif.
"Kalau Alif pulang dari pondokan kan tinggal di sini. Jangan sampai dimarahi sama keluarga sendiri. Ini malah dipukuli sama orang lain. Tapi ya kami berusaha ikhlas. Sudah jalannya Alif meninggal seperti ini," kata Iksan.
Sementara itu Sumilah (45), ibu kandung Alif mengaku langsung pulang dari Bekasi ke Banyuwangi saat mendengar anak pertamanya meninggal dunia.
"Saya dapat kabar jam 3 sore dan berangkat jam 5 sore sewa mobil sendiri. Perjalanan 18 jam dari Bekasi ke Banyuwangi langsung ke rumah sakit dan tahu anak saya sudah meninggal," kata Sumilah.
Sumilah mengaku awalnya menyetujui saat keluarga lapor polisi. Namun di tengah perjalanan ke Banyuwangi, ia merasa harus mengikhlaskan kematian anaknya.
"Itu baru beberapa jam di perjalanan, saya berpikir, buat laporan ke polisi pun tak akan membuat anak saya hidup kembali. Saya telepon keluarga di Banyuwangi dan meminta untuk mencabut laporan," kata Sumilah.
Baca juga: Korban Pengeroyokan Oknum Pesilat di Malang Meninggal Setelah Koma Berhari-hari
Sumilah mengaku banyak yang mempertanyakan keputusannya mencabut laporan ke polisi. Namun ia yakin bahwa keputusannya yang terbaik untuk mendiang anak pertamanya.
"Mas Alif itu anak yang setia kawan. Sering sekali berbagi ke teman-temannya di pondokan. Saya yakin, Mas Alif juga enggak akan suka jika temannya dihukum."
"Saya pikir, ini sudah jalannya Mas Alif meninggal seperti ini. Jika Mas Alif langsung meninggal, berarti dia tak sempat merasakan sakit," kata dia.
Ia membenarkan bahwa terduga pelaku tercatat sebagai warga Lampung. Namum menurut Sumilah, keluarga besar JAZ yang ada di Banyuwangi sudah bertemu dengannya.
"Keluarganya sudah ke sini. Tapi orang tuanyanya belum karena masih di Lampung. Katannya mau ke sini. Kalau sama pelatihhnya, saya tidak mau bertemu dengannya," kata Sumilah.
Sumilah bercerita Alif adalah anak pertama. Anak keduanya juga mondok di pondok pesantren tempat Alif belajar dan anak bungsunya, masih tinggal bersamanya di Bekasi.
Baca juga: Lakukan Sweeping, 7 Pesilat di Ngawi Ditangkap
"Saya dan suami memang sengaja memondokkan Alif dan adiknnya di Banyuwangi karena dekat rumah, walau KTP Bekasi, kami asli dari Banyuwangi," kata dia.
Menurut Sumilah, ia dan suaminya berharap agar anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang tinggi.
"Saya ini hanya lulusan SD. Suami kerja di pengecoran jalan di Bekasi. Kami pinginnya anak-anak pendidikannya di atas kami. Termasuk Alif dan adik-adiknya."
"Itu alasan kami pondokkan. Tapi sekali lagi ini takdir, kami harus ikhlaskan," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.https://www.kabarbanyuwangi.info/kisah-anak-14-tahun-di-banyuwangi-yang-meninggal-usai-dipukul-pelatihnya-dikenal-pendiam-dan-setia-kawan.html